Eksternalisme
Pengertian Eksternalisme
Feelosofi – Eksternalisme merupakan salah satu konsep filosofis yang memiliki relevansi dalam berbagai disiplin ilmu, terutama dalam filsafat, epistemologi, dan psikologi. Pada dasarnya, eksternalisme adalah pandangan yang menekankan peran faktor-faktor eksternal, di luar pemikiran atau kesadaran individu, dalam menentukan pengetahuan, kebijaksanaan, atau bahkan identitas individu.
Dalam epistemologi, eksternalisme berpendapat bahwa faktor-faktor eksternal seperti keberadaan bukti empiris yang mendukung suatu keyakinan atau akses individu terhadap sumber pengetahuan eksternal memiliki peran kunci dalam menentukan kebenaran atau keabsahan pengetahuan. Artinya, untuk memahami apakah seseorang memiliki pengetahuan tentang suatu proposisi, perlu mempertimbangkan faktor-faktor di luar pemikiran atau kesadaran individu, seperti hubungan individu dengan lingkungannya.
Sementara dalam psikologi, eksternalisme berkaitan dengan pandangan bahwa perilaku individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti motivasi atau keadaan mental, tetapi juga oleh faktor-faktor eksternal seperti rangsangan lingkungan. Ini berarti bahwa penjelasan perilaku manusia harus mempertimbangkan pengaruh faktor-faktor eksternal dalam situasi yang diberikan.
Dalam keseluruhan, eksternalisme merupakan konsep yang mempertimbangkan interaksi kompleks antara individu dan lingkungan mereka, dan perannya dalam membentuk pengetahuan, perilaku, dan bahkan identitas individu. Pemahaman tentang eksternalisme memiliki dampak signifikan dalam memahami bagaimana kita merespon dunia di sekitar kita dan bagaimana kita membentuk pengetahuan serta pengalaman kita sebagai manusia.
Sejarah Perkembangan Eksternalisme
Sejarah perkembangan eksternalisme mencakup evolusi pemikiran filosofis dan ilmiah yang melibatkan peran faktor-faktor eksternal dalam menentukan pengetahuan dan perilaku individu. Perkembangan awal eksternalisme dapat ditelusuri ke filsafat abad ke-17, terutama dengan pandangan empirisme John Locke, yang menekankan pentingnya pengalaman sensorik dan observasi eksternal dalam memahami dunia. Pemikiran empiris ini menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya dalam epistemologi.
Pada abad ke-20, eksternalisme epistemik mengalami revitalisasi signifikan, terutama dengan kontribusi dari epistemolog seperti Gettier dan Kripke. Mereka mengeksplorasi aspek-aspek epistemik yang tidak hanya bergantung pada keadaan internal mental, tetapi juga pada keterkaitan faktor eksternal seperti kondisi sosial, sejarah, dan keadaan yang tidak diketahui. Teori “tiga faktor” Gettier, sebagai contoh, menyoroti bahwa pengetahuan memerlukan selain kebenaran dan kepercayaan, faktor ketiga yang terkait dengan faktor eksternal seperti alasan yang memadai.
Selanjutnya, dalam psikologi, eksternalisme juga mengalami perkembangan yang signifikan. Paradigma perilaku yang muncul pada awal abad ke-20 menekankan pentingnya faktor eksternal, seperti rangsangan dan respons, dalam menjelaskan perilaku individu. Seiring berjalannya waktu, teori-teori psikologis seperti teori belajar sosial dan psikologi lingkungan memperkuat pandangan ini.
Dengan demikian, sejarah perkembangan eksternalisme mencerminkan perubahan dalam cara kita memahami peran faktor-faktor eksternal dalam membentuk pengetahuan, perilaku, dan identitas individu. Melalui evolusi dalam filsafat dan ilmu pengetahuan, eksternalisme telah menjadi elemen penting dalam pemahaman tentang interaksi kompleks antara individu dan lingkungannya, membawa kontribusi yang berharga dalam berbagai disiplin ilmu.
Tokoh – Tokoh Eksternalisme
Tokoh-tokoh eksternalisme mencakup sejumlah individu yang telah memberikan kontribusi berharga dalam mengembangkan dan merumuskan pandangan eksternalisme dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam konteks epistemologi, salah satu tokoh terkemuka adalah Hilary Putnam, yang dikenal dengan teori “tiga faktor” yang menyoroti peran faktor eksternal dalam pengetahuan. Konsep Gettier, yang dikembangkan oleh Edmund Gettier, menggoyahkan pemahaman tradisional tentang pengetahuan dan memberikan landasan penting bagi pemikiran eksternalis. Sementara itu, Saul Kripke mengembangkan konsep akses kasar untuk menjelaskan bagaimana individu dapat memiliki pengetahuan tanpa kesadaran akan justifikasi dari keyakinan mereka.
Dalam bidang psikologi, B.F. Skinner adalah tokoh yang mencorakkan eksternalisme dalam paradigma perilaku. Skinner menekankan pentingnya faktor eksternal, seperti rangsangan dan kondisi lingkungan, dalam membentuk perilaku individu. Sementara itu, Albert Bandura dikenal atas teori belajar sosialnya yang menekankan peran pengamatan dan interaksi sosial dalam pembentukan perilaku.
Selain itu, dalam ilmu sosial dan humaniora, Michel Foucault adalah tokoh eksternalisme penting yang menyoroti bagaimana struktur kekuasaan dan pengetahuan di lingkungan sosial memengaruhi individu. Teori eksternalisme ini membantu kita memahami bagaimana faktor-faktor eksternal seperti norma sosial dan lembaga memengaruhi identitas dan perilaku manusia.
Jenis – Jenis Eksternalisme
Terdapat beberapa jenis eksternalisme yang memiliki aplikasi dan implikasi yang beragam dalam berbagai bidang, di antaranya adalah eksternalisme epistemik, eksternalisme psikologis, dan eksternalisme sosial.
Pertama, eksternalisme epistemik mengacu pada pandangan yang menekankan pentingnya faktor eksternal dalam menentukan kebenaran atau keabsahan pengetahuan. Salah satu jenis eksternalisme epistemik yang terkenal adalah eksternalisme reliabilisme, yang berfokus pada keandalan sumber-sumber pengetahuan eksternal, seperti pengalaman sensorik atau kesaksian orang lain, dalam menentukan kebenaran suatu keyakinan. Eksternalisme epistemik ini menunjukkan bahwa faktor-faktor di luar pemikiran individu, seperti keberadaan sumber pengetahuan yang dapat diandalkan, memiliki peran sentral dalam menilai kebenaran pengetahuan.
Kedua, eksternalisme psikologis berfokus pada peran faktor-faktor eksternal dalam membentuk perilaku individu. Teori perilaku yang mendasari eksternalisme ini menekankan bahwa lingkungan dan rangsangan eksternal memiliki pengaruh signifikan dalam membentuk respons dan tindakan individu. Dalam konteks ini, individu dianggap sebagai produk dari interaksi kompleks antara faktor-faktor eksternal dan proses mental internal yang lebih terbatas.
Ketiga, eksternalisme sosial mengacu pada pengakuan akan pengaruh faktor-faktor eksternal dalam membentuk identitas dan perilaku sosial individu. Teori ini menyoroti bahwa norma sosial, budaya, struktur kekuasaan, dan institusi sosial memainkan peran penting dalam menentukan bagaimana individu memahami diri mereka sendiri dan berinteraksi dengan masyarakat. Dengan demikian, identitas sosial individu bukan hanya hasil dari proses internal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dalam lingkungan sosialnya.
Secara keseluruhan, jenis-jenis eksternalisme ini menunjukkan kompleksitas interaksi antara individu dan faktor-faktor eksternal dalam membentuk pengetahuan, perilaku, dan identitas.
Kesimpulan
Eksternalisme adalah suatu konsep yang menekankan peran faktor-faktor eksternal dalam berbagai aspek kehidupan individu, termasuk dalam epistemologi, psikologi, dan ilmu sosial. Eksternalisme epistemik menyoroti bahwa kebenaran pengetahuan bergantung pada faktor eksternal seperti sumber pengetahuan yang andal. Eksternalisme psikologis menggarisbawahi pengaruh lingkungan eksternal dalam membentuk perilaku individu. Sementara itu, eksternalisme sosial mengakui bahwa identitas dan perilaku sosial individu dipengaruhi oleh norma sosial, budaya, dan struktur kekuasaan.
Dengan begitu, pemahaman tentang eksternalisme membantu kita melihat interaksi kompleks antara individu dan faktor-faktor eksternal yang membentuk pengetahuan, perilaku, dan identitas kita. Konsep ini memberikan wawasan yang penting dalam berbagai disiplin ilmu, dari filsafat hingga ilmu sosial, sehingga kita dapat lebih mendalam memahami peran faktor-faktor eksternal dalam membentuk dunia yang kita tinggali.
FAQs
Apa itu eksternalisme?
Eksternalisme adalah suatu kerangka pemikiran yang menekankan peran faktor-faktor eksternal, di luar pemikiran atau kesadaran individu, dalam menentukan pengetahuan, perilaku, atau identitas individu. Konsep ini diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, seperti epistemologi, psikologi, dan ilmu sosial, untuk memahami bagaimana faktor-faktor di luar individu berperan dalam membentuk pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya.
Bagaimana eksternalisme berbeda dari internalisme?
Perbedaan utama antara eksternalisme dan internalisme terletak pada fokus mereka. Internalisme menekankan faktor-faktor internal seperti pikiran, keyakinan, atau motivasi individu, sementara eksternalisme menyoroti peran faktor-faktor eksternal seperti pengaruh lingkungan, keadaan sosial, atau sumber pengetahuan eksternal dalam memengaruhi individu.
Bagaimana eksternalisme memengaruhi pandangan kita tentang pengetahuan?
Eksternalisme epistemik mengubah cara kita memahami pengetahuan dengan menekankan bahwa pengetahuan dapat bergantung pada faktor eksternal seperti bukti empiris, akses ke sumber pengetahuan eksternal, dan keandalan sumber-sumber tersebut. Dengan demikian, pengetahuan tidak hanya terkait dengan keyakinan individu, tetapi juga dengan faktor-faktor eksternal yang mendukungnya.
Apa dampak eksternalisme dalam konteks psikologi perilaku?
Eksternalisme dalam psikologi perilaku menggarisbawahi pengaruh faktor eksternal seperti rangsangan dan kondisi lingkungan dalam membentuk perilaku individu. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi dengan faktor eksternal, bukan hanya oleh proses mental internal.
Bagaimana eksternalisme memengaruhi konsep identitas sosial?
Konsep eksternalisme sosial menyoroti bahwa identitas sosial individu dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti norma sosial, budaya, dan struktur kekuasaan dalam masyarakat. Ini berarti bahwa identitas manusia bukan hanya hasil dari pemikiran internal, tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan faktor eksternal yang memengaruhi cara individu memahami diri mereka dalam konteks sosial.
Referensi
- Externalism and Skepticism” – Susana Nuccetelli (2003)
- Epistemic Angst: Radical Skepticism and the Groundlessness of Our Believing” – Duncan Pritchard (2015)
- “Externalism: Putting Mind and World Back Together Again” – Mark Rowlands (2003)
- Social Externalism and Conceptual Projects” – Kirk Ludwig (2005)
- “Relevant Alternatives and the Content of Knowledge” – John Hawthorne (2004)